Untuk Siapa Pertikaian Sepak Bola Itu?
![]() |
| Indonesia vs Malaysia |
Harapan ratusan juta rakyat biar timnas Indonesia dapat berprestasi di ajang AFF 2012, kembali lenyap, seolah ikut ditelan air hujan yang mengguyur Stadion Bukit Jalil, Malaysia. Timnas yang hanya butuh hasil imbang untuk memastikan tiket semifinal, justru kalah.
Mahali Jasuli menjadi bintang film utama kemenangan Malaysia. Bek yang gres berusia 23 tahun itu melepaskan crossing terukur kepada Azamuddin Akil di kotak penalti yang kemudian disambar tembakan voli mendatar yang gagal ditepis kiper Wahyu Tri Nugroho. Berselang empat menit kemudian, Mahali berhasil menaklukkan Wahyu lewat sepakan keras dari sudut sempit.
Irfan Bachdim dan kawan-kawan berusaha berdiri tetapi alhasil gagal. Lagi-lagi, Malaysia yang mengubur harapan kita sebagaimana yang terjadi di final Piala AFF 2010 dan SEA Games 2011.
Meski begitu, tidak elok kalau para pemain, pelatih, dan stafnya dipersalahkan alasannya ialah kegagalan ini. Justru sebaliknya, mereka pantas diacungi jempol alasannya ialah sudah mengatakan permainan terbaik dan perjuangan maksimal.
Apalagi, ini pertama kalinya timnas Indonesia tampil di ajang internasional dengan kondisi penuh masalah. Herannya, yang bermasalah justru para pengurus yang terlibat dalam perselisihan antara Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI). Imbas konflik dua forum yang sama-sama mengaku berhak mengurus sepak bola itu, terperinci ke mana-mana. Dari menurunnya pinjaman publik, hingga persiapan tim yang terkesan awut-awutan alasannya ialah dibangun di atas "konflik".
Masih lekat di ingatan, instruktur Nilmaizar dipusingkan memanggil pemain terbaik yang ada di Tanah Air ini alasannya ialah larangan dominan klub Indonesia Super League (ISL) melepas pemainnya. Belum lagi, beberapa pemain tetapkan meninggalkan pelatnas di tengah-tengah pelatnas serta kacau-balaunya PSSI dalam membentuk kegiatan uji coba.
Nilmaizar pun sadar betul bahwa proses juara untuk sebuah tim diperlukan suasana kondusif. "Proses untuk juara ialah kondisi tim harus bagus, cara melatih harus bagus, penjagaan kondisi pemain harus bagus, istirahat, gizi, dan sebagainya itu harus bagus. Kaprikornus hasilnya gres akan bagus. Tapi, ketika ini kita bermimpi juara, tetapi latihan saja pemain tidak pernah lengkap, kemudian kondisi tim tidak aman (karena konflik)," beber Nilmaizar dalam wawancara dengan Kompas.com beberapa waktu lalu.
Nilmaizar tak menyerah. Mantan instruktur Semen Padang tersebut itu tetap berusaha keras sekuat tenaga membentuk timnas yang tangguh, sekalipun diisi pemain-pemain yang minim jam terbang internasional. Para pemain berusaha tetap profesional dan tak terpengaruh oleh konflik dan intrik di tingkat kepengurusan.
Timnas dengan semangat juang tinggi berusaha tampil maksimal dalam setiap pertandingan. Sejarah pun sempat dibukukan takkala menaklukkan Singapura 1-0 yang menjadi kemenangan perdana Indonesia atas Singapura dalam 14 tahun terakhir. Ya, itu menjadi kemenangan terakhir alasannya ialah timnas alhasil takluk dari Malaysia pada partai penentuan.
Tak dapat dipungkiri, penampilan Indonesia jauh dari kata memuaskan. Tapi, perilaku ksatria Nilmaizar menyikapi kegagalan ini patut dicontoh oleh pihak yang bertikai.
"Inilah sepak bola. Saya tidak ingin menyalahkan siapa-siapa perihal kekalahan ini. Saya yang akan tanggung jawab. Yang terpenting saya selama delapan bulan cukup cantik dapat melatih tim ini. Buat saya, bawah umur sudah tampil maksimal dengan potensinya masing-masing. Sudah berjuang hingga menit-menit terakhir. Tapi, itulah sepak bola. Mudah-mudahan dengan potensi yang ada sekarang, ke depannya dapat segera baik," kata Nilmaizar.
Hasil ini seharusnya menjadi momentum bagi pihak yang bertikai berdamai untuk meletakkan segala kepentingan kelompok atau politis, demi sepak bola nasional. Sudah saatnya bersatu untuk fokus membentuk training usia muda dan membuat kompetisi yang higienis alasannya ialah sejatinya tidak mungkin prestasi diciptakan dengan cara instan.
Wejangan dari Pelatih Real Madrid, Jose Mourinho, mungkin perlu direnungkan oleh kedua belah pihak yang bertikai. "Sisi negatif sepak bola ialah sisi negatif masyarakatnya. Orang per orang membawa masuk imbas negatifnya ke dalam sepak bola."
Sebenarnya teorinya sederhana. Mempertahankan pertikaian terperinci akan menghancurkan sepak bola. Lalu, kenapa masih terus bertikai? Untuk siapa pertikaian itu? Untuk sepak bolakah?

